Teori Pengendalian Gerbang (Gate-Control) dari Nyeri

Teori pengendalian gerbang Melzack dan Wall (Gate-Control) adalah teori yang pertama menyatakan bahwa nyeri memiliki komponen emosional dan kognitif selain sensasi fisik. Teori tersebut menjelaskan bagaimana menggosok area yang terluka dapat mengurangi rasa sakit. 

Serat berdiameter kecil yang diaktifkan oleh rangsangan berbahaya membuka gerbang transmisi nyeri, dan serat berdiameter besar memiliki efek penghambatan untuk menutup gerbang. Menggosok area yang cedera mendorong masukan serat berdiameter besar proprioseptif dan oleh karena itu menghambat transmisi sinyal nyeri lebih lanjut dari saraf berdiameter kecil ke otak.

Melzack kemudian mengusulkan teori neuromatrix tentang nyeri, mengemukakan bahwa setiap individu memiliki matriks saraf yang ditentukan secara genetik yang berkembang dan dimodulasi oleh masukan sensorik, membuat persepsi nyeri unik untuk setiap individu.


Respons Fisiologis

Saat impuls nyeri naik ke sumsum tulang belakang menuju batang otak dan thalamus, respons stres menstimulasi sistem saraf otonom (ANS). Nyeri dengan intensitas rendah hingga sedang dan nyeri dangkal menimbulkan reaksi fight-or-flight dari sindrom adaptasi umum. 

Stimulasi cabang simpatis ANS menghasilkan respons fisiologis. Nyeri terus menerus, parah, atau dalam yang biasanya melibatkan organ viseral (misalnya, dengan infark miokard atau kolik dari kandung empedu atau batu ginjal) mengaktifkan sistem saraf parasimpatis. 

Kecuali dalam kasus nyeri traumatis yang parah, yang menyebabkan seseorang mengalami syok, kebanyakan orang beradaptasi dengan rasa sakit mereka secara refleks, dan tanda-tanda fisik mereka kembali normal.

Perlu diperhatikan bahwa 'normal' tidak sama untuk setiap individu. Dengan demikian pasien yang kesakitan tidak selalu mengalami perubahan pada tanda-tanda vitalnya. Perubahan tanda vital lebih sering menandakan masalah selain nyeri. 


Respons Behavioral

Respons nyeri itu kompleks, dipengaruhi oleh budaya seseorang, pengalaman nyeri, persepsi nyeri, dan kemampuan mengelola stres. Jika tidak diobati atau tidak sembuh, rasa sakit secara signifikan dapat mengubah kualitas hidup dengan konsekuensi fisik dan psikologis; fenomena ini disebut sebagai nyeri high impact.

Beberapa pasien memilih untuk tidak melaporkan rasa sakit jika mereka yakin bahwa rasa sakit itu membuat orang lain tidak nyaman atau jika itu menandakan hilangnya kendali dirinya. Yang lain menahan rasa sakit yang parah tanpa meminta bantuan. Mengatupkan gigi, menyeringaikan wajah, memegang atau menjaga bagian yang sakit, dan postur membungkuk adalah indikasi umum nyeri akut.

Nyeri kronis dapat memengaruhi aktivitas pasien (makan, tidur, sosialisasi), berpikir (kebingungan, kelupaan), emosi (marah, depresi, mudah tersinggung), kualitas hidup, dan produktivitas. Penting untuk mengenali pola perilaku yang mencerminkan rasa sakit bahkan ketika pasien tidak memberikan laporan verbal, terutama pada pasiendengan demensia atau perubahan kognitif lainnya.

Mengenali respons unik pasien terhadap nyeri memungkinkan kita dapat menilai keberhasilan terapi manajemen nyeri. Dorong pasien untuk menerima tindakan pereda nyeri agar mereka tetap aktif dan terus mempertahankan aktivitas sehari-hari.

Kemampuan pasien untuk mentolerir rasa sakit secara signifikan dapat memengaruhi persepsi tentang tingkat ketidaknyamanannya. Pasien yang memiliki toleransi nyeri yang rendah (tingkat nyeri yang ingin diterima seseorang) terkadang dianggap sebagai berlebihan. 

Ajari pasien pentingnya melaporkan rasa sakit mereka lebih cepat daripada nanti untuk memfasilitasi kontrol yang lebih baik dan status fungsional yang optimal.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Keseimbangan Energi (Energy Balance)

13 Faktor Yang Mempengaruhi Nutrisi

Koma dan Kegawatdaruratan Neurologis